Makan atau Dimakan Makanan

PADAO MA TONDI HAMONGKUSON SIAN NGOLUM

Bilangan  11: 31-35

bali-bird-park-03 

“Siapakah yang akan memberi kita makan daging?”

Saudaraku! Tak seorangpun ingin disebut simongkus (rakus) karena sebutan itu negative, tidak sopan, tidak terhormat, dan tidak punya harga diri. Sekalipun demikian dalam realitas banyak yang berperilaku simongkus, tidak pernah berkata cukup dan puas, malah mengambil hak orang lain untuk dirinya. Tidak tahu malu. Bila roh hamongkuson sudah menguasai kehidupan sudah pasti harmoni kehidupan akan menjadi rusak, karena membiarkan makanan memakan manusia, membiarkan minuman meminum manusia; pada hal yang benar adalah manusia makan dan minum. Manusia yang sudah dikuasai oleh roh hamongkuson cenderung ringan bersungut-sungut dan berat mengucap syukur, karena obsesinya adalah hahisapon (kerakusan) yang harus terpenuhi, orientasinya adalah egonya yang harus terpuaskan. Dan celakanya menjadi lintah terhadap orang disekitarnya, menjadi benalu dalam komunitas. Kehidupan seperti ini sungguh memalukan dan menghina penciptanya.

 Saudaraku! Cara hidup Simongkus diperankan oleh umat Israel pada saat perjalanan Mesir menuju tanah terjanji. Pengalaman hidup di dalam penyertaan Tuhan terlupakan bahkan sengaja dilupakan. Bukankah Tuhan yang menyertai mereka menyeberang laut Teberau? Bukankah Tuhan yang menaungi mereka dari sengat matahari melalui tiang awan? Bukankah Tuhan yang menerangi perjalanan mereka di waktu malam melalui tiang api? Bukankah Tuhan yang memberi mereka manna di saat mereka lapar? Bukankah Tuhan yang menghalau musuh-musuh mereka di saat mereka diserang? Pengalaman seperti ini mestinya membentuk kedekatan dan membangun kepercayaan mereka kepada Tuhan, sehingga idealnya mereka adalah manusia yang takut akan Tuhan dan mulutnya penuh ungkapan puji dan syukur. Namun realitas yang mereka pertontonkan adalah mulut yang penuh sungut-sungut, berbantah kepada Tuhan, dan tak sedikitpun menunjukkan rasa hormat kepada Tuhan. Hidup percaya kepada Tuhan diabaikan dan hamongkuson dipertontonkan. Sekalipun demikian Tuhan di dalam ke-Ilahian-Nya tetap memberi mereka daging berupa burung puyuh berlimpah ruah sehingga kemah mereka penuh timbunan daging. Seperti Singa kelaparan bangsa Israel tampil mempertontonkan kerakusannya (bukan mereka yang memakan daging namun sudah daging yang memakan mereka), dan oleh kerakusannya banyak dari antara mereka yang mati. Inilah akhir hidup simongkus mati karena hamongkuson nya.

 Saudaraku! Apakah ada diantara kita Simongkus? Sesungguhnya di dalam hidup ini perlu dan sangat perlu menghitung rahmat Tuhan yang sudah kita terima. Memunculkan kembali memori kita tentang penyertaan Tuhan di dalam perjalanan hidup hingga saat ini: Bukankah Tuhan yang menyertai kita melewati hari-hari kesulitan yang kita hadapi? Bukankah Tuhan yang memenangkan kita  saat-saat pergumulan kita alami? Bukankah Tuhan yang menguatkan kita saat-saat keluh kesah dan beban berat kita hadapi? Memori seperti ini perlu kita bangkitkan supaya kita jangan berbantah kepada Tuhan dan tidak bersungut-sungut. Benar! Roh zaman sekarang ini mengarahkan kita supaya menjadi simongkus: menimbun banyak, mengumpulkan banyak, memakan banyak, namun tanpa kita sadari  sering membuat kehidupan kita kosong tak berjiwa. Acapkali di dalam hidup ini bukan kita yang memakan makanan, namun sudah makanan yang memakan kita, dan akhirnya banyak yang mati karena dimakan makanan. Panggilan kita melalui renungan ini adalah menghindarkan diri dari roh hamongkuson, hahisapon, membangun sikap iman percaya bahwa Tuhan manarihon kehidupan kita, dan mulut penuh puji dan syukur. Melakoni hidup seperti ini maka sejahtera akan menghiasi kehidupan kita. Amin.